Rabu, 09 Maret 2011

kapita selekta


1. PENDAHULUAN


1.1 Latar Belakang
            Indonesia merupakan salah satu sentra primer keragaman pisang, baik pisang segar, olahan dan pisang liar. Lebih dari 200 jenis pisang terdapat di Indonesia. Tingginya keragaman ini, memberikan peluang pada Indonesia untuk dapat memanfaatkan dan memilih jenis pisang komersial yang dibutuhkan oleh konsumen. Indonesia termasuk penghasil pisang terbesar di Asia yang menyumbang sekitar 50 persen produksi pisang Asia Sentra produksi pisang di Indonesia adalah Jawa Barat (Sukabumi, Cianjur, Bogor, Purwakarta, Serang), Jawa Tengah (Demak, Pati, Banyumas, Sidorejo, Kesugihan, Kutosari, Pringsurat, Pemalang), Jawa Timur (Banyuwangi, Malang), Sumatera Utara (Padangsidempuan, Natal, Samosir, Tarutung), Sumatera Barat (Sungyang, Baso, Pasaman), Sumatera Selatan (Tebing Tinggi, OKI, OKU, Baturaja), Lampung (Kayu Agung, Metro), Kalimantan, Sulawesi, Maluku, Bali dan Nusa Tenggara Barat.
            Pisang adalah salah satu komoditas buah unggulan Indonesia. Luas panen dan produksi pisang selalu menempati posisi pertama. Pada tahun 2002 produksinya mencapai 4.384.384 ton (BPS, 2003) dengan nilai ekonomi sebesar Rp 6,5 triliun. Produksi tersebut sebagian besar dipanen dari pertanaman kebun rakyat seluas 269.000 ha. Disamping untuk konsumsi segar beberapa kultivar pisang di Indonesia juga dimanfaatkan sebagai bahan baku industri olahan pisang misalnya industri kripik, sale dan tepung pisang. Perkembangan kebun rakyat dan
industri olahan di daerah sentra produksi, dapat memberikan peluang baik secara langsung maupun tidak langsung terhadap perluasan kesempatan berusaha dan kesempatan kerja.
            Industri pengolahan pisang di Indonesia selain mampu memasok pasar domestik dan juga sudah mulai mengekspor. Namun terbatasnya daya serap pasar domestik dan persaingan pasar yang semakin ketat, sehingga kesinambungan industri pengolahan masih kurang lancar. Sebagai makanan, buah pisang dapat diolah mejadi beragam produk yang lezat antara lain, seperti : kripik, ledre, getuk jus, puree, sale, jam, dan pisang goreng/bakar. Buah pisang juga dapat diolah menjadi tepung, makanan bayi, cuka, cider (wine) dan sirup glukosa. Hampir sebagian besar produk ini sudah diproduksi skala komersial (UKM).
Pisang banyak mengandung vitamin dan mineral esensial yang sangat bermanfaat bagi kesehatan. Bahkan di beberapa daerah di Papua pisang merupakan subsitusi makanan pokok, seperti di beberapa negara di Afrika.

1.2 Permasalahan
1.    Bagaimana kondisi agribisnis komoditas pisang dari hulu sampai hilir di Indonesia?
2.    Bagaimana posisi agribisnis komoditas pisang di pasar dunia/global dan domestik?
3.    Bagaimana isu terkini kebijakan pemerintah Indonesia terhadap komoditas pisang yang diterapkan sekarang?
4.    Bagaimana strategi pengembangan komoditas pisang di Indonesia?

1.3 Tujuan Penulisan
1.    Untuk meningkatkan pengetahuan mahasiswa akan kebijakan dan strategi agribisnis komoditas pisang di Indonesia.
2.    Bagi masyarakat berguna untuk mengetahui potensi dan peluang agribisnis komoditas pisang di Indonesia.
3.    Bagi pemerintah berguna sebagai bahan pertimbangan pengambilan keputusan agribisnis komoditas pisang di Indonesia.







II. KONDISI AGRIBISNIS KOMODITAS PISANG DI INDONESIA


2.1 Profil dan Potensi Agribisnis Komoditas Pisang di Indonesia
            Secara umum penggunaan alat-alat/mesin pertanian dalam usahatani pisang dimulai dari persiapan lahan sampai pengolahan. Namun demikian, operasional penggunaan alat dan mesin tersebut untuk usahatani pisang skala rakyat masih sangat mahal dan hanya bisa dilakukan oleh perusahaan perkebunan besar. Untuk pengolahan tanah melibatkan mesin traktor untuk menyingkal dan meratakan tanah. Selanjutnya kegiatan yang melibatkan alat dan mesin adalah pengolahan hasil untuk produksi tepung, Sebagian besar kebun rakyat masih menggunakan benih anakan atau belahan bonggol yang diusahakan sendiri oleh petani. Benih kultur jaringan umumnya diadakan untuk memenuhi permintaan program pengembangan perluasan tanam dari pemerintah atau pembukaan kebun oleh pihak swasta. Pada saat ini produsen benih pisang kultur jaringan antara lain: Tekno Agro, DAFA, Tamora, Mariwati, Pusat Penelitian Kakao dan Kopi Jember.
            Di Indonesia panen pisang tidak mengenal musiman, karena curah hujan tersebar merata sepanjang tahun. Dengan demikian produksi pisang dapat diatur secara rinci sepanjang tahun sesuai kebutuhan. Hal ini sangat menguntungkan dan berdaya saing terutama untuk tujuan usaha pascapanen buah pisang segar yang melibatkan berbagai tahapan operasional antara lain: panen (kriteria, waktu dan cara pemanenan), pengangkutan ke bangsal pengemasan, operasi bangsal pengemasan (pemotongan sisir, pencucian, perlakuan fungisida, pengeringan, pengemasan), transportasi kemasan pisang dan pemuatan ke kontainer berpendingin (cool storage) yang kemudian dimuat ke kapal, kereta api atau truk. Untuk tujuan ekspor dalam sarana transport pada kegiatan distribusi hendaknya menggunakan rantai dingin.
            Sentra produksi pisang di Indonesia tersebar di 16 propinsi, 70 kabupaten. Selama periode 1995 sampai 2002 luas panen pisang berfluktuasi, namun pada tahun 2003-2004 cenderung meningkat (FAOSTAT, 2005). Produktivitas pisang juga berfluktuasi antara 11,6 ton/ha (1997) sampai 16,3 ton/ha (2002). Sedangkan produksi sejak tahun 1996 sampai 2003 meningkat. Enam belas daerah sentra produksi pisang di Indonesia berdasarkan produksi dari tahun 1999 sampai 2003 disajikan pada Tabel 1.
            Penanaman umumnya dilakukan menjelang musim hujan. Pada tahun 1993 usaha tani pisang dilaksanakan oleh sekitar 21.482.000 rumah tangga tani. Budidaya tanaman pada umumnya belum menerapkan inovasi teknologi secara optimal, karena sebagian besar pertanaman pisang merupakan usaha pekarangan skala kecil (0,5-5 ha) dengan inputs produksi dan distribusi minimal. Oleh karena itu mutu dan produktivitasnya masih rendah. Disamping itu kehilangan hasil pra panen dan pasca panen masih cukup tinggi.
Tabel 1. Produksi buah pisang di enam belas propinsi di Indonesia 1999-2003
No
Propinsi
Produksi (ton)
1999
2000
2001
2002
2003
1
NAD
32.274
28.076
26.491
27.833
88.682
2
Sumatera utara
55.064
52.132
60.235
93.467
118.808
3
Sumatera barat
87.437
60.015
64.099
46.389
32244
4
Sumatera selatan
77.661
69.457
79.108
95.687
95.048
5
Lampung
74.82
142.153
142.47
184.554
319.081
6
Riau
41.136
37.827
37.697
31.243
56.673
7
Jawa Timur
649.842
706.266
700.836
731.23
873.616
8
Jawa Barat
1.333.879
1.435.103
1.431.941
1.473.460
1.068.875
9
Jawa Tengah
440.283
508.801
522.261
503.841
455.031
10
Banten
-

208.854
229.511
179.616
11
Bali
62.903
60.381
90.094
124.253
102.157
12
Kalimantan Selatan
28.958
46.055
119.687
55.711
94.155
13
Kalimantan Timur
18.994
22.706
29.409
42.445
76.059
14
Kalimantan Selatan
18.332
24.247
27.945
42.905
58.325
15
Sulawesi Utara
143.072
145.999
119.884
165.036
98.973
16
Maluku
-
-
3.119
28.163
125.532
           
            Rata-rata produksi dan produktivitas pisang selama periode 1999 sampai 2003 masing-masing sekitar 4 juta ton dan 13,98 ton/ha (Tabel 2). Berdasarkan total produksi, pisang menduduki tempat pertama dibandingkan dengan total produksi mangga (1,5 juta ton), jeruk (1,5 juta ton), durian (741 ribu ton), dan manggis (79 ribu ton). Dari rata-rata produksi nasional pisang, sekitar 63% berasal dari pulau Jawa, Sumatera 18%, Kalimantan 6%, Sulawesi 6%, Bali dan Nusa Tenggara 8%.
Tabel 2. Luas panen, produksi dan produktivitas pisang Indonesia 1995-2004
Tahun
Luas Panen (ha)
Produksi (ton)
Produktivitas
1995
280.242
3.805.431
(ton/ha)
1996
245.769
3.023.485
12,30
1997
263.686
3.057.080
11,60
1998
258.441
3.176.750
12,29
1999
269.778
3.375.851
12,51
2000
265
3.746.962
14,14
2001
277
4.300.422
15,53
2002
269
4.384.384
16,30
2003
308.5
4.311.959
13,98
2004
300
4.400.000
14,67

            Di pasar domestik harga jual pisang sangat bervariasi tergantung tempat, varietas dan musim. Sebagai contoh di Pasar Induk Kramajati harga Pisang Ambon berkisar Rp 4.200-5.800/kg. Sementara itu di pasar Senduro, Jawa Timur, harga pisang Tanduk pada saat normal berkisar Rp 8.000–10.000 per tandan yang berisi 1-3 sisir, sedangkan pada saat lebaran mencapai Rp. 15.000-20.000 per tandan. Di Nusa Tenggara Barat harga pisang pada hari-hari biasa berkisar antara Rp. 1.500-5.000 per sisir, sedangkan pada saat hari Raya Galungan mencapai Rp. 2.500-Rp. 7.500 per sisir.
            Di lain pihak, akibat masih kurangnya sarana transportasi dari pusat produksi pisang ke pasar, menyebabkan harga pisang merosot. Hal ini terjadi di Kutai Timur, Kalimantan Timur, pada saat panen raya harga pisang hanya Rp. 700- 900 per sisir di tingkat petani. Sedangkan untuk dijual ke pasar Surabaya, Jawa Timur memerlukan biaya transportasi yang cukup mahal, akibatnya banyak buah pisang dibiarkan membusuk setelah dipanen ataupun yang masih di pohon. Permasalahan ini sebetulnya dapat diatasi dengan mengembangkan industri pengolahan pisang di daerah sentra produksi pisang. Sebagai contoh industri getuk pisang yang berkembang pesat di Kediri, Jawa Timur. Harga getuk pisang di tingkat produsen dijual rata-rata Rp. 1.000 per bungkus, pada tahun 2002. Sementara itu di Jawa Barat telah berkembang industri pisang sale yang berasal dari pisang Ambon. Harga pisang sale dari produsen rata-rata Rp. 6.000 per bungkus (0,5 kg), pada tahun 2004. Dari 100 kg buah pisang dapat dihasilkan 70 bungkus pisang sale.

2.2 Posisi Agribisnis komoditas Pisang di Pasar Internasional
            Di pasar internasional volume ekspor pisang segar Indonesia pada periode 1995 sampai 1999 mencapai 70.000 – 100.000 ton per tahun. Volume ekspor tertinggi dicapai pada tahun 1996 dengan nilai sekitar US $ 18.166.141. Namun selanjutnya ekspor pisang Indonesia menurun dan pada tahun 2003 hanya sebesar 27 ton (US $ 8.000) (Tabel 3.). Volume impor pisang Indonesia tertinggi terjadi pada tahun 1999 yaitu 371 ton dengan nilai US $ 265 ribu, kemudian menurun sampai dengan tahun 2001 hanya sebesar 7 ton (US $ 15 ribu), dan pada tahun 2003 telah mencapai 464 ton (US $ 215.000). Peningkatan volume impor ini disebabkan tumbuhnya pasar ritel berupa supermarket, hypermarket dan toko buah yang menuntut mutu buah yang lebih baik. Jenis pisang yang diimpor adalah kelompok Cavendish dan ke depan kemungkinan besar akan masuk juga cultivar ‘Usr kolontol dan Karat’ yang mengandung -carotene tinggi berasal dari Micronesia.

Tabel 3. Perkembangan ekspor dan impor pisang Indonesia tahun 1996-2003
Tahun
Ekspor
Impor
Volume (ton)
Nilai US
Volume (ton)
Nilai US
1996
101.495
18.166.141
46
67
1997
71.028
13.224.000
22
40
1998
77.473
14.074.000
16
19
1999
76.087
11.102.000
371
265
2000
2.105
412.805
13
31
2001
262
49.839
7
15
2002
5.126
979.73
60
48
2003
27
8
464
215
            Disamping itu Indonesia juga mengekspor produk olahan pisang meskipun volume dan nilainya masih kecil. Negara tujuan ekspor adalah Jepang, Singapura, Malaysia, Saudi Arabia, Afrika Selatan, Australia, Amerika Serikat dan Belanda. Negara eksportir lainnya adalah negaranegara Amerika Latin seperti Ekuador, Honduras, Kolumbia, Costa Rica, Guatemala dan Panama dan negara-negara di Asia seperti Filipina dan Cina. Varietas pisang di perdagangan dunia adalah kelompok Cavendish. Kendala ekspor pisang Indonesia adalah mutu dan kontinuitas pasokan.
            Usaha tani kebun pisang di Indonesia kebanyakan di pekarangan dan tegalan. Fasilitas infrastruktur khususnya pengairan belum ada. Fasilitas pengemasan, alat transportasi, rumah/gudang untuk penanganan segar juga belum memenuhi standar yang baik. Demikian pula fasilitas permodalan juga masih minimal. Beberapa inovasi teknologi pra-panen dan pasca panen hasil penelitian telah tersedia meliputi teknologi perbenihan, manajemen zat hara dan hama penyakit, penanganan segar dan pasca panen. Diseminasi hasil penelitian dilaksanakan oleh lembaga penelitian bekerjasama dengan BPTP, swasta dan pemerintah daerah melalui berbagai kegiatan atau program misalnya PTT dan Primatani.

Tabel 4. Posisi Indonesia di beberapa negara penghasil pisang dunia Th 2003
No
Negara
Produksi (ton)
Volume ekspor(ton)
Nilai Ekspor (US)


1
India
16.820.000
10.877
2.517.000

2
Brazil
6.774.980
240.394
91.755.000

3
China
6.126.061
53.019
26.362.000

4
Ecuador
5.882.600
4.664.814
1.084.169.000

5
Philippines
5.500.000
1.828.220
333.000.000

6
Indonesia
4.311.959
27
8

7
Caribbean
1.916.556
220.771
30.013.000

8
Thailand
1.800.000
6.338
1.776.000

9
Colombia
1.510.940
1.424.819
389.648.000

10
Vietnam
1.221.300
81.429
3.855.000

11
Malaysia
500
24.478
6.512.000




Tabel 5. Luas lahan di beberapa propinsi yang berpotensi untuk areal
               penanaman pisang
No
Propinsi
Luas Lahan (ha)
No
Propinsi
Luas Lahan(ha)
1
Riau
1.584.667
7
Kalimantan Selatan
293.569
2
Sumatera Utara
554.67
8
Kalimantan Timur
5.168.321
3
Sumatera Selatan
455.656
9
Sulawesi selatan
355.035
4
Bangka Belitung
433.52
10
Maluku
1.332.796
5
Kalimantan Barat
1.773.801
11
Maluku Utara
1.644.053
6
Kalimantan Tengah
2.226.188
12
Papua
9.943.353






















III. KEBIJAKAN AGRIBISNIS KOMODITAS PISANG DI INDONESIA

            Kebijakan harga pisang selama ini diserahkan kepada mekanisme pasar. Rantai perdagangan pisang dalam usaha skala kecil yang dimulai dari petani menjual ke pengumpul kemudian ke pedagang, harganya sangat bervariasi, tergantung pada varietas pisang. Akan tetapi untuk perkebunan skala besar, pengusaha dari kebun langsung ke pasar ritel, dan sisanya yang bermutu rendah dilempar ke pasar tradisional.






Tidak ada komentar:

Posting Komentar